Selamat Membaca .... !!!!
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mengenai
pembicaraan kita tentang pancasila, dasar Filsafat Negara kita, hendaknya kita
mempersiapkan diri terlebih dahulu, bahwa yang terakhir menjadi perhatian kita
ialah mengenai hal isi. Artinya daripadanya sebagai cita-cita bangsa telah kita
ketahui sifatnya yang abstrak, umum, universal, dan tetap tidak berubah, sedangkan
rumusanya adalah kesesuaian dengan hakikat Tuhan, hakikat manusia, hakikat
satu, hakikat rakyat, dan hakikat adil.
Adanya
Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil itu dalam kenyataan yang sesungguhnya,
bagi bangsa Indonesia tidak lagi menjadi persoalan. Adapun adanya itu ialah
dalam arti objektif, terlepas dari hubungannya dengan manusia, diketahui atau
tidak, dianggap atau tidak, dikehendaki atau tidak, dipercaya atau tidak,
diangan-angankan atau tidak, disadari atau tidak, pendek kata sama sekali tidak
dipengaruhi oleh pancasila.
Kalau yang sudah-sudah pembicaraan kita
mengenai isi arti dari pada semua isi barsama-sama, sekarang sudah sampailah
pada saatnya untuk membicarakan isi arti dari pada tiap-tiap sila
sendiri-sendiri
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa
itu Pancasila ?
2.
Bagaimana
sejarah terbentuknya Pancasila ?
3.
Apa
makna dari sila ke-1 “Ketuhanan yang Maha Esa” ?
1.3
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pemahaman tentang Pancasila,
2.
Untuk
mengetahui sejarah terbentuknya Pancasila.
3.
Untuk
memahami makna sila ke-1.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pancasila merupakan rumusan
dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Perkataan mejemuk Pancasila berasal
dari bahasa Sanksekerta yang berarti lima batu karang atau lima prinsip moral.[1]
Dalam sejarah Indonesia kuno, perkataan Pancasila terdapat dalam buku Negarakertagama, suatu catatan sejarah
tentang kerajaan Hindu Majapahit (1296-1478 M) yang ditulis oleh Empu Prapanca,
penulis dan penyair istana. Sukarno mengambil alih terma ini, tetapi memberinya
isi dan makna baru.
Menurut Muhammad Yamin, seorang ultranasionis dan dan
pembela Pancasila, Pancasila adalah hasil galian Sukarno yang mendalam dari
jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Sukarno bahkan mengatakan bahwa ia telah
menggalinya dari masa jauh sebelum Islam. Menurut jalan pikirannya, Pancasila
adlaah refleksi kontemplatif dari warisan sosiohistoris Indonesia yang kemudian
Sukarno merumuskan Ketuhanan, misalnya tidak mempunyai kaitan organic dengan
doktrim sentral agama yang manapun. Dengan ungkapan lain, Tuhan dalam konsep
Sukarno bersifat sosiologis , sehingga konsep Ke- Tuhanan Sukarno sepenuhnya
bersifat relatif ; ia dapat diperas menjadi gotong royong sebagaimana telah
dikemukakan.[2]
Ir.Sukarno sendiri memahami Pancasila adalah adalah isi jiwa
Bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh
kebudayaan Barat. Dengan demikian, pancasila bukan hanya falsafah negara,
melainkan lebih luas lagi yakni falsafah Bangsa Indonesia.
Dalam
agama Budha terdapat juga istilah Pancasila yang ditulis dalam bahasa Pali
yaitu “Pancha Sila” yang artinya lima pantangan atau larangan. Yaitu:
-
Tidak boleh mencuri.-
-
Tidak boleh berbohong.
-
Tidak boleh berjiwa dengki.
-
Tidak boleh melakukan kekerasan.
-
Tidak boleh minum minuman keras atau
mengkonsumsi obat terlarang.
2.2 Sejarah
Terbentuknya Pancasila
Pada
bulan 1 Maret 1945 dibentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya dr. Radjiman antara lain mengajukan
pertanyaan kepada anggota-anggota Sidang, "Apa dasar Negara Indonesia yang
akan kita bentuk ini?"
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi,
terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu:
Lima Dasar
oleh Muhammad Yamin, yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan
lima dasar sebagai berikut: Peri
Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan
Kesejahteraan Rakyat. Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu
berakar pada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah
lama berkembang di Indonesia. Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato
Yamin tersebut.
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945
dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya
Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan
Indonesia; Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi,
dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan Sosial; Ketuhanan. Nama
Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu,
katanya:
banyaknya prinsip:
kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima
bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan
petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya
asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara
Indonesia, kekal dan abadi.
Sebelum
sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk:
-
Merumuskan kembali Pancasila
sebagai dasar Negara berdasarkan pidato yang diucapkan Soekarno pada tanggal 1
Juni 1945.
-
Menjadikan dokumen itu
sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka.
Dari
Panitia Kecil itu dipilih 9 orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk
menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni
1945 yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.
Setelah
Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen
penetapannya ialah:
Ø Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22
Juni 1945
Ø Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 - tanggal 18
Agustus 1945
Ø Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat -
tanggal 27 Desember 1949
Ø Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara -
tanggal 15 Agustus 1950
Ø Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan
merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5
Juli 1959)
Presiden
Joko Widodo pada tanggal 1 Juni 2016 telah menandatangani Keputusan Presiden
(Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila sekaligus
menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017.
2.3 Makna
Sila ke-1 “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Pancasila
sebagai dasar filsafat Negara kita itu
terdapat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, dan rumusan dari sila
pertama ialah “ke-Tuhanan yang Maha Esa”. Dengan pembicaraan yang sudah, kita
sudah dapat mengetahui, bahwa yang dimaksud
ialah “Kesesuaian dengan hakekat Tuhan yang
Maha Esa”.
Sejak
kita kembali pada Undang-undang Dasar 1945, pada 5 Juli 1959, maka isi arti
dari sila yang pertama itu mendapat tambahan. Perlu ditegaskan, bukan
kata-katanya ditambah atau diubah, kata-katanya tetap, akan tetapi isi artinya
mendapat tambahan, dan lengkapnya dengan
tambahannya
itu ialah “kesesuaian dengan hakekat Tuhan yang Maha Esa dengan kewajiban
menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab”. Jelasnya adalah demikian.
·
Piagam jakarta
Dalam
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang menentukan berlakunya kembali
undang-undang dasar 1945 bagi seluruh rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, terdapat pula menjiwai Undang-undang Dasar 1945 adalah merupakan
pernyataan, “bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 suatu rangkaian
kesatuan dengan Konstitusi tersebut”.
Maksud Dekrit Presiden itu ialah untuk menyelamatkan
Republik Proklamasi dan diantara pertimbangan pertimbangan untuk mengadakan
Dekrit itu ialah disebut “hubunganya Piagam Jakarta dengan Undang-undang Dasar
1945”.
Dengan Undang-undang
Dasar 1945 itu, dijiwai oleh dan dalam rangkaian kesatuan dengan Piagam
Jakarta, bangsa Indonesia dapat tidak hanya bekerja sesuai dengan dasar dan
tujuan Revolusi kita, akan tetapi akan dapat juga merealisasikanya.
Apabila kita melihat pada pertimbangan yang termuat dalam
Dekrit Presiden sendiri, maka dapat disimpulkan, bahwa selain “keselamatan”
dikehendaki pula “persatuan ....... Negara, Nusa dan Bangsa” dan untuk
menimbulkan keadaan yang diperlukan bagi terselenggaranya” pembangunan semesta
untuk mencapai masyarakat adil dan makmur”.
Tentang Piagam Jakarta itu didalam lampiran suatu
keputusan dewan pertimbangan agung ditambahkan keterangan, bahwa “perwujudan
daripada realisasinya tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam
Undang-undang Dasar pasal 29 ayat (2) yang berbunyi : Negara menjamin
kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya”.
Untuk jelasnya kita tambahkan, bahwa ayat (1) daripada
pasal 29 yang dijelaskan lebihlanjut dalam ayatnya (8) itu berbunyi : “Negara
berdasar atas ke-Tuhanan yang Maha Esa”.
Yang penting bagi pembicaraan kita sekarang ialah, bahwa
Piagam Jakarta itu menjiwai dan merupakan rangkaian kesatuan dengan sila
pertama daripada pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan Undang-undang
Dasar, yaitu sila ke-Tuhanan yang Maha Esa dan juga penjelmaanya dalam tubuh
Undang-undang Dasar, termuat dalam pasal 29 ayat (1) dan (2) tadi.
Dalam pada hal itu hendaknya kita ingat kepada
pernyataan-pernyataan resami dari pemerintah yang mendahului Dekrit Presidan
sebagai berturut-turut terdapat dalam jawaban tertulis dari pemerintah atas
pertanyaan tertulis dari Dewan Perwakilan Rakyat, kedua dalam res publika,
amanat Presiden dimuka Konstituante, dan ketiga dalam jawaban pemerintah atas
pemandangan Konstituante mengenai amanat itu. “sekalipun tidaka berartiberlaku
langsung”, begitulah dinyatakan........” pengakuan adanya Piagam Jakarta
......... berarti pula pengakuan akan pengaruhnya terhadap Undang-undang Dasar
1945, tidak hanya mengenai pembukaanya, tetapi juga mengenai pasal 29
Undang-undang Dasar 1945” ........ “bahwa Piagam Jakarta menjiwai Undng-undang
Dasar 1945, khususnya terhadap pembukaanya dan pasal 29, pasal mana harus
menjadi dasar bagi kehidupan hukum di bidang keagamaan”. “yaitu bahwa demikian
kepada perkataan “ke-Tuhanan” dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dapat
diberi arti “ke-Tuhanan” dengan kewajiban bagi umat islam menjalankan
syari’atnya”, “sehingga atas dasar itu dapat diciptakan perundang-undangan”
......... “atau peraturan pemerintah lain” ......... “bagi para pemeluk agama
islam, yang dapat disesuaikan” ...... “(atau yang tidak) bertentangan”
......... “denagan hukum syari’at islam, dengan tidak mengurangi ketetapan yang
termaktub dalam pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 bagi pemeluk agama lain”.
Hal ini dapat lebih dipahamkan, apabila kita melihat
kepada fungsi dan isi arti Piagam Jakarta bagi Proklamasi kemerdekaan kita,
ialah dalam mewujudkan seatu persatuan, suatu perjanjian moril yang sangat
luhur, yang khususnya terletak dalam rumus Piagam Jakarta bagi sila pertama
dari Pancasila, pada waktu itu masih calon dasar filsafat Negara yang akan
diproklamasikan, yaitu ke-Tuahanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at
isalam bagi pemeluk-pemeluknya, sedangkan dengan tidak dipisahkan. Sila kedua
dalam piagam Jakarta berbunyi : “menurut dasar kemanusian yang adil dan
beradab”, yang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 menjadi “kemanusiaan yang
adil dan beradab”, jadi dihapuskan kata-katanya “menurut dasar”.
Demikianlan keterangan dari yang dikatakan dimuka, bahwa
kata-kata “ke-Tuhanan yang Maha Esa” dalam pembukaan, setelah tanggal 5 Juni
1959, tanggal ditetapkan dan berlakunya Dekrit Presiden, isi artinya mendapat
tambahan itu menjadi “kesesuaian dengan Tuhan yang Maha Esa, dengan kewajiban
menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar-dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab”. Begitulah halnya dengan isi arti daripada
pasal 29 ayat (1) undang-undang dasar.
Memang didalam kehidupan hukum dikenal pembentukan hukum
dengan jalan interpretasi atau tafsir.
Yang demikian ituberarti, bahwa dengan kembali kita pada
Undang-undang Dasar 1945, sebagaimana dimasukan dalam DekritPresiden,
tarjadilah pemulihan dari isi arti Piagam Jakarta ketika proklamasi kemerdekaan
dan maksud terpenting yang terkandung didalam pemulihan itu, ialah menimbulkan
berlakunya fungsi dan isi arti Piagam Jakarta itu bagi waktu sekarang, dengan
sendirinya yang sesuai dengan keadaan.
Adapun fungsi dan isi arti Piagam Jakarta itu ialah suatu
perjanjian moril yang sanagat luhur seperti semula diantara golongan agama dan
golongan nasional, para pendukung ideologi ke-Tuhanan, ditambah golongn
ideologi lain yang menerima dan menyokong Undang-undang Dasar 1945.
Tentu hal menerima dan menyokong
atau mendukung Undang-undang Dasar 1945 bukanlah akibat, akan tetapi sebaliknya
adalah sebab daripada pemulihan fungsi dan isi arti Piagam Jakarta.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4
Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Panca Sila oleh Soekarno yang dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945
dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul "Lahirnya
Pancasila". Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Kebangsaan
Indonesia; Internasionalisme atau Peri-Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi,
dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan Sosial; Ketuhanan. Nama
Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu.
DAFTAR PUSTAKA
Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Islam Dan Masalah Kenegaraan. Jakarta. Pustaka LP3ES. 1985.
Said, Muhammad. Peranan
Islam dalam Penghayatan, Pengamalan, dan Pengamanan Pancasila. Jakarta.
Depag R.I. 1985.
0 komentar:
Posting Komentar