BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Permasalahan
Dalam kehidupan bermasyarakat sering
kita melakukan sebuah analisa mengenai suatu hal. Mungkin saja kegiatan
analisa terjadi saat mereka mengamati sesuatu atau hanya sekedar ingin tahu apa
yang terjadi. Dalam
kehidupan sehari-hari tentunya kita pernah mengalami yang namanya suatu
kejadian yang berulang dengan hasil akhir yang sama dan dari apa yang kita
alami itu kita bisa menarik sebuah kesimpulan. Sebagai contoh ketika
kita berjalan di atas lantai yang berair kita terjatuh dan untuk kedua kalinya
kita coba kembali berjalan di atas lantai yang berair tadi maka kita terjatuh
kembali. Suatu ketika kita bertemu lagi dengan kejadian tersebut, maka tentunya
kita tidak akan berjalan kembali di atas lantai yang berair tadi. Karena kita
tau akan jatuh kembali.
Manusia adalah makhluk yang berpikir, banyak ilmu pengetahuan
yang mereka miliki akan tetapi terkadang mereka tidak menyadari sepenuhnya.
Saat seseorang melakukan analisa dari fenomena yang menjurus pada suatu
kesimpulan yang bersifat umum. Di saat itulah dalam kajian ilmu logika disebut
dengan generalisaasi.Itulah mengapa kita perlu mengkaji tentang generalisasi
dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada mata kuliah logika.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
makna generalisasi itu ?
2. Apakah
prinsip Generalisasu itu?
3. Apa
saja syarat-syarat generalisasi?
4. Sebutkan
bentuk-benttuk generalisasi?
5. Apa
saja macam-macam generalisasu induktif ?
6. Sebutkan
tahapan pengujian generalisasi ?
7. Pengertian
Generalisasi Empirik dan generalisasi ilmiah
C. Tujuan Penulisan
Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa
mampu mengetahui serta memahami apa yang dimaksud dengan generalisasi,
macam-macamnya, syarat-syarat generalisasi, mampu membedakan generalisasi yang
salah, generalisasi empirik dan generalisasi dengan penjelasan serta tentang
generalisasi ilmiah
PEMBAHASAN
1.
Makna
Generalisasi
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, generalisasi yaitu perihal membentuk gagasan atau simpulan umum dari suatu
kejadian, hal, dan sebagainya. Generalisasi secara umum adalah suatu proses
penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari
premis-premis yang berupa proporsi empirik.
2. Prinsip Generalisasi
“Apa yang beberapa
kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi
apabila kondisi yang sama akan terpenuhi”.
Dalam kehidupan
sehari-hari misalnya saja ketika dua kali menjumpai buah jeruk yang berwarna
kuning rasanya manis, maka ketika melihat jeruk ketiga memenuhi kondisi berwarna
kuning, kita menyimpulkan bahwa dapat disimpulkan bahwa apel tersebut manis
rasanya. Kesimpulan ini hanyalah bersifat harapan. Karena konklusi penalaran
induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa
suatu probabilitas, suatu peluang benar.
Hasil penalaran
generalisasi induktif itu sendiri juga
disebut generalisasi. Generalisasi daam hal ini berupa suatu proposisi
universal, seperti : “Semua apel yang keras dan hijau, rasanya masam”.
3. Syarat yang harus dipenuhi oleh generalisasi
induktif
Generalisasi sesungguhnya harus memenuhi 3
syarat:
1.
Tidak boleh terikat dengan jumlah tertentu.
Jika dinyatakan : semua A adalah B,
jadi, berapapun jumlah A proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subjek
yang memenuhi kondisi A.
Contohnya: jika botol
minuman dibakar, maka akan meleleh, jika sedotan dibakar, maka akan meleleh,
dan jika ember di bakar. Jadi, benda yang terbuat dari plastik apabila dibakar
akan meleleh.
2.
Tidak terbatas dalam ruang dan waktu, harus
berlaku dimana saja dan kapan saja.
3.
Harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Dasar
pengandaian disini adalah yang disebut contrary to facts. Contoh :
Faktanya : k, y, dan z
itu masing-masing bukan B. semua A adalah B. pengandaiannya : seandainya K, y,
dan z itu masing-masing memenuhi kondisi A, maka pastilah k, y, dan z itu
masing-masing : B
4. Contoh Bentuk Generalisasi Induktif
Logika
deduksi jika premis-premisnya benar maka konklusinya tentu benar.
Dalam
logika induktif, tidak ada konklusi yang mempunyainilai kebenaran yang pasti,
yang ada hanya konklusi dengan probabilitas rendah atau tinggi. Tinggi
rendahnya suatu konklusi itu dipengaruhi oleh sejumlah yang disebut
factor-faktor probabilitas.
Mari kita bandingkan
bentuk-bentuk generalisasi induktif dibawah ini:
a.
Apel ini keras, hijau dan rasanya masam
Jadi semua apel yang keras dan hijau rasanya
masam.
b.
Apel 1, keras, hijau, dan rasanya masam
Apel 2 keras, hijau, dan rasanya masam
Apel 3 keras, hijau, dan rasanya masam
Jadi, semua apel yang keras dan hijau rasanya
masam
c.
Apel 1 keras, hijau, dan rasanya masam
Apel 2 s/d 15 juga keras, hijau, dan rasanya
masam
Apel 3 keras, hijau, dan rasanya masam
Jadi, semua apel yang keras dan hijau rasanya
masam.
d.
Apel 1keras, hijau, kecil, benjol, rasanya
masam
Apel 2 keras, hijau, kecil, benjol, dan
rasanya masam.
Apel 3 keras, hijau, kecil, benjol, dan
rasanya masam.
Jadi, semua apel yang keras,dan hijau itu
rasanya asam.
e.
Apel 1 keras, hijau, kecil, benjol rasanya
masam.
Apel 2 keras, hijau, dari batu, baru saja
dipetik, rasanya masam..
Apel 3 keras, hijau, besar, dari Magelang,
sudah disimpan sebulan rasanya masam.
Jadi, semua apel keras dan hijau rasanya
masam.
f.
Apel 1 keras, hijau, benjol, rasanya masam.
Apel 2 keras, hijau, besar, rasanya masam.
Apel 3 keras, hijau, kecil. Rasanya masam.
Jadi, semua apel yang keras dan hijau rasanya
masam.
Jadi, semua apel yang keras dan hijau rasanya masam.
Dari
perbandingan-perbandingan konklusi induksi diatas, dapat ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a)
“Makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar
penalaran induktif, maka makin tinggi probabilitas konklusinya, dan
sebaliknya”. Adanya kaidah seperti itu seperti itu dapat dijadikan dasar dalam
suatu penelitian ilmiah. Oleh karena itu dalam melakukan suatu penelitian
idealnya harus menggunakan sebanyak mungkin fakta sebagai dasar penalarannya
agar diperoleh konklusi kebenaran yang lebih valid atau tingkat probabilitas
konklusinya lebih tinggi. Suatu penelitian yang menggunakan metode penalaran
yang dijadikan dasasr premis-premisnya sama besarnya dengan populasi subjek
yang diteliti adalah merupakan metode sensus. Sedangkan suatu penelitian yang
menggunakan penalaran yang premis-premisnya menunjuk kepada sebagian saja dari
populasi yang bersangkutan maka penelitian ini disebut dengan metode penelitian
metode sampling. Peluang kebenaran atau yang dianggap valid yaitu yang
menggunakan metode sensus.
b)
“Makin besar jumlah faktor analogi di dalam
prremis,maka makin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya”. Adanya kaidah
seperti itu dapat kita lihat jika kita membandingkan penalaran (b) dan (d) yang
konklusinya juga sama. Jjika premis-premis dari kedua penalaran itu
dibandingkan, maka diantara premis penalaran (b) ada faktor yang sama diantara
apel 1, 2, dan 3 yaitu : keras, dan hijau. Pada penalaran (d) faktor persamaan
itu ada empat keras, hijau, kecil, dan benjol. Faktor persamaan seperti disebut
faktor analogi. Kalau probabilitasnya konklusi kedua penalaran itu
dibandingkan, terbukti bahwa konklusi penalaran (d) mengatakan bahwa yang masam
itu merupakan apel yang keras, hijau, kecil dan benjol, sedangkan apel yang
besar, benjol dan besar tidak benjol tidak dijadikan sebagai objek penelitian.
Dengan menarik konklusi yang sifatnya menggeneralisasikan secara keseluruhan,
sedangkan objek penelitiannya hanya apel yang kecil dann benjol saja, berarti
konklusi penalaran (d) lebih lemah atau lebih rendah probabilitasnya. Jadi
jelas bahwa konklusi itu menunjuk kepada suatu populasi yang lebih besar
daripada yang ditunjuk oleh premis-premisnya. Dengan adanya tambahan dua faktor
analogi itu menjadikan probabilitasnya menjadi menurun.
c)
“Makin besar jumlah faktor disanaloginya di
dalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya dan sebliknya. Kaidah itu
dapat dilihat jika kita membandingkan penalaran (d) dan (f). Premis-premis
penalaran (f) masing- masing mengandung sebuah faktor yang berbeda di antara
premis yang satu dengan yang lain, yaitu benjol, besar dan kecil. Faktor yang
menyebabkan perbedaan ini disebut faktor disanalogi. Karena adanya faktor
disanalogi ini, sehingga konklusi penalaran (f) lebih tinggi probabilitasnya
daripada konklusi penalaran (d). Sebaliknya, konklusinya penalaran (e) lebih
tinggi probabilitasnya daripada penalaran (f), karena jjumlah faktor
disanaloginya lebih besar. Konklusi (d) belum tentu benar bilamana diterapkan
bagi apel yang mempunyai sifat, keras, hijau, dan berasal dari Magelang serta
sudah disimpan selama sebulan, sedangkan konklusi penalaran (e) akan tetap saja
probabilitasnya. Meskipun konklusi penalaran (f) dapat diterapkan untuk semua
apel keras, hijau, benjol, besar dan kecil, akan tetapi premis-premisnya tidak
mengatakan bahwa apel itu dari Magelang dan sudah disimpan selama saatu bulan.
d)
“Semakin luas konklusinya maka akan semakin
rendah probabilitasnya, dan sebaliknya”.
Kaidah seperti itu berlaku bagi sebuah
generalisasi atau proporsi yang pada umumnya cangkupannya semakin luas dan
semakin besar populasi yang ditunjukannya. Disamping itu, semakin sedikit
faktor analogi yang terdapat dalam generalisasi atau proposisi pada umumnya
maka semakin besar populasi yang ditunjuknya. Demikian juga semakin sedikit
faktor analogi di dalam generalisasi atau prooposisi itu tidak sesuai lagi
daripada yang disebut di dalam generalisasi atau proposisi itu.
5. Macam-Macam Generalisasi
Dalam segi kuantitas sebagai penyimpulan generalisasi dibagi
menjadi dua yaitu:
1.
Generalisasi Sempurna adalah generalisasi
dimana eluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Misalnya
jumlah hari tidak kurang dari 365 disetiap tahunnya. Dalam penyimpulan ini,
keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap tahun kita selidiki tanpa
ada yang kita tinggalkan. Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat
kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak
ekonomis.
2.
Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi
berdasarkan sebagai fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi
fenomena sejenis yang belum diselidiki. Misalnya setelah kita menyelidiki
sebagian mahasiswa UIN Walisongo berasal dari lulusan MA , kemudian kita
simpulkan bahwa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga adalah mahasiswa yang berasal dari
lulusan MA, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna.
Generalisasi tidak sempurna tidak dapat menghasilkan kesimpulan hingga tingkat
pasti, sebagaimana generalisasi sempurna. Akan tetapi, corak generalisasi ini
jauh lebih praktis dan lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi
sempurna.
Generalisasi juga bisa
dibedakan dari segi bentuknya ada 2, yaitu :
1.
Loncatan Induktif Generalisasi yang bersifat
loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang
digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut
atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh
persoalan yang diajukan. Contoh : Bila ahli-ahli filologi Eropa, melakukan
pengamatan terhadap bahasa-bahasa German, kemudian mereka menarik kesimpulan
bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa. Maka ini telah melakukan suatu loncatan.
2.
Tanpa Loncatan Induktif Sebuah generalisasi,
apabila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak
terdapat peluang untuk menyerang kembali. Misalnya: Untuk menyelidiki bagaimana
sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya, diperlukan ratusan fenomena untuk
menyimpulkannya.
Berdasarkan prinsip
instansiasi penalarannya
1.
Generalisasi Universal .Kalau “Semua orang
dapat mati” itu benar.Maka juga benar bahwa setiap orang dapat mati,ini suatu
instansiasiunivrsal (IU).Setiap orang itu berarti orang yang manapun tanpa
pandang bulu, asal orang’.Jadi setiap instansiasi dari suatu kuantifikasi
univrsal itu benar.Maka dapat di simpulkan bahwa: Dari setiap proposisi
singular secara shahih dapat disimpulkan kebenaran dari kuantifikasi
universalnya, asal indiviidu yang dimaksud dalam proposisi singular itu
individu yang dipilih tanpa pandang bulu.inilah yang disebut prinsip prinsip
generalisasi universal(GU).Yang harus dimintakan perhatian adalah bahwa GU itu
disimpulkan dari adanya IU seperti yang dijelaskan diatas.maka penggunanya
dalam suatu pembuktian harus didahului dengan IU.
2.
Generalisasi eksistensial adalah penalaran
sederhana yang berdasarkan kebenaran
proposisi singular secara sahid
menympulkan kuantifikasi eksistensialnya.Sebuah kuantifikasi eksistensial
misalnya “tidak semua pegawai itu jujur, adalah benar kalau setidak-tidaknya
ada seorang egawai yang jujur. Maka dari proposisi singular ‘pegawai A itu
jujur’, dapat disimpulkan bahwa tidak semua atau sebagian pegawai itu setidak
tidaknya seorang pegawai itu jujur.
6. Tahap Pengujian Generalisasi
1.
Pertama kita harus melihat, apakah sampel yang
diperoleh sudah mewakili. Memang tidak ada ukuran yang pasti berapa jumlah
fenomena individual yang diperlukan untuk dapat menghasilkan kesimpulan yang
terpercaya. Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu tetes dari
darah seseorang yang akan diuji. Sebaliknya untuk menetukan watak umum suku
Batak tidak cukup jika hanya didasarkan pada beberapa orang saja melainkan
harus melibatkan banyak pihak. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan
semakin kuat digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita
tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan
dua kadar keterpecayaan.
2.
Apakah sampel yang digunakan cukup variasi
untuk menentukan standar ekonomi di masyarakat harus diteliti dari berbagai
jenis pekerjaan, berbagai kriteria pendidikan, berbagai kehidupan sosial.
Semakin banyak variasi sampel, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
3.
Apakah dalam generalisasi itu sudah
diperhitungkan ada hal-hal yang sifatnya menyimpang atau tidak.
Pengecualian harus diperhitungkan juga,
terutama jika pengecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal
pengecualian cukup besar tidak mungkin
diadakan generalisasi. Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan
dengan hati-hati; kata-kata seperti semua, setiap, selalu, tidak pernah,
selamanya, dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian kata; hamper seluruhnya,
sebagian besar, kebanyakan, harus didasarkan pertimbangan rasional yang cermat.
Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesimpulan
yang dihasilkan.
4.
Apakah kesimpulan yang dirumuskan konsisten
dengan fenomena individual. Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan
konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran
yang menyimpang dari data yang ada. Misalnya penyelidikan faktor utama penyebab
kemiskinan suatu bangsa. Apabila data setiap individu dari sampel yang
diselidiki ditemukan faktor-faktor rendahnya pendidikan, kurangnya kesenjangan
sosial, serta banyaknya pengangguran, lalu disimpulkan bahwa penyebab
kemiskinan itu adalah rendahnya pendidikan dan kesenjangan sosial ini tidak
merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan. Kesimpulan ini
lemah karena meninggalkan satu faktor analogi yakni: banyaknya pengangguran.
Kesimpulan akan lebih lemah lagi, bila hanya menyebut karena rendahnya
pendidikan. Semakin banyaknya faktor analogi ditinggalkan semakin lemah
kesimpulan yang dihasilkan.
7. Generalisasi Empirik dan Generalisasi Ilmiah
a.
Generalisasi Empirik
Generalisasi Empirik
dan generalisasi dengan penjelasan Generalisasi empirik adalah generalisasi
yang hanya menjelaskan fenomenanya saja, tanpa disertai penjelasan “mengapa”.
Generalisasi semacam ini hanya menerima apa saja yang ada tanpa adanya suatu
kajian tertentu. Sebagai contoh:Petani tahu tanah yang ditanami secara
bergantian dengan jenis lain secara teratur akan menghasilkan panen yang lebih
baik dibandingkan jika ditanami dengan tanaman yang selalu sejenis.
Generalisasi penjelasan adalah generalisasi yang menjelaskan mengapa fenomena itu
terjadi dan apa yang menyebabkannya dan didapatkan suatu kesimpulan yang dapat
dipercaya. Sebagai contoh: Mengapa tanah yang ditanami secara bergantian dengan
jenis lain secara teratur akan menghasilkan panen yang lebih baik dibandingkan
jika ditanami dengan tanaman yang selalu sejenis, dikarenakan tanaman-tanaman
tersebut akan meninggalkan bekas kesuburan tanaman itu sendiri juga karena
tanah yang digunakan telah jadi tanah yang gembur sehingga membuat kesuburan
pada tanah. Jadi semua hukum alam tidak beranjak dari generalisasi empirik
kemudian setelah diketahui penyebabnya lahirlah generalisasi dengan penjelasan.
b.
Generalisasi Ilmiah
Generalisasi Ilmiah Generalisasi ilmiah tidak
berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk maupun permasalahannya,
perbedaanya terletak pada metodenya, kualitas data serta ketepatan dalam
perumusannya. Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang
ditemui dalam observasi sebagai suatu yang benar, maka akan benar juga sesuatu
yang tidak diobservasi pada masalah yang sejenis, atau apa yang terjadi pada
suatu kesempatan akan terjadi pula pada kesempatam lain apabila kondisinya yang
sama.
Tanda-tanda penting dalam generalisasi ilmiah
yaitu:
1.
Datanya dikumpulkan dengan observasi yang
cermat, oleh orang-orang yang ahli. Pencatatan kesimpulan dilakukan dengan
tepat, menyeluruh dan teliti.
2.
Adanya penggunaan instrument untuk mengukur
serta mendapatkan ketepatan serta menghindari kekeliruan
3.
Adanya pengujian, perbandingan serta
klasifikasi fakta.
4.
Pernyataan generalisasi itu jelas, sederhana,
dan dinyatakan dengan kata yang tepat.
5.
Observasi atas fakta-fakta eksperimental
hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang berfariasi misalnya
seperti waktu, tempat, dan keadaan khusus lainnya.
6.
Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya
pengujia kembali, kritik, da pengetesan atas generalisasi yang dibuat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Generalisasi
dalam logika merupakan proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum
yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang
diselidiki. Dalam segi kuantitas yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi
ada dua yaitu generalisasi sempurna, dan generalisasi tidak sempurna.
Generalisasi juga dapat dibedakan dari segi bentuknya yaitu, loncatan induktif
dan tanpa loncatan induktif.
Untuk
menguji generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita
pergunakan evaluasi sebagai berikut :
a.
Sampel yang digunakan
secara kuantitatif harus cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang
digunakan semakin kuat kesiimpulan yang dihasilkan.
b.
Sempel yang digunakan
harus bervariasi.
c.
Dalam generalisasi
harus memperhitungkan hal-hal yyang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak.
d.
Sesuatu yang dirumuskan
harus konsisten denngan fenomena individual tidak boleh memberikan tafsiran
menyimpang dari data yang ada.
Generalisasi
yang salah adalah ketika membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang sangat
sedikit sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi, atau bisa
disebut juga generalisasi tergesa-gesa. Generalisasi yang tidak disertai
ddengan penjelasan mengapa atau generalisasi berdasarkan fenomenanya
semata—mata dissebut generalisasi empirik. Generalisasi ilmiah adalah suatu
pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-prremis yang sama kondisinya,
akan tetapi dari segi metode kualitas data dan ketepatan dalam perumusannya
sangat tertata rapi dan terperinci demi menghasilkan kesimpulan yang tepat.
B.
Saran
Kami sadar bahwa
manusia pada hakikatnya tidak dapat melakukan sesuatu pekerjaan dengan
sempurna, sama halnya dengan makalah. Kami sangat berharap kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca sebagai acuan kami dalam mengerjakan
tugas-tugas makalah selanjutnya.
Daftar Pustaka
PROF. DR. SUYAHMO, M. (2017). LOGIKA
(2 ed.). BANTUL , YOGYAKARTA: MAGNUM PUSTAKA UTAMA.
Soekadijo, R. (1983). LOGIKA DASAR
(pertama ed.). Jakarta: PT Gramedia , anggota IKAPI.
http: //ekpresibelajar.blogspot.com/2008/05/logika-dan-silogisme.html
0 komentar:
Posting Komentar