Blogger templates

Jumat, 20 Oktober 2017

Generalisasi dalam Ilmu Logika


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Permasalahan
Dalam kehidupan bermasyarakat sering kita melakukan sebuah analisa mengenai suatu hal. Mungkin saja kegiatan analisa terjadi saat mereka mengamati sesuatu atau hanya sekedar ingin tahu apa yang terjadi. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita pernah mengalami yang namanya suatu kejadian yang berulang dengan hasil akhir yang sama dan dari apa yang kita alami itu kita bisa menarik sebuah kesimpulan. Sebagai contoh ketika kita berjalan di atas lantai yang berair kita terjatuh dan untuk kedua kalinya kita coba kembali berjalan di atas lantai yang berair tadi maka kita terjatuh kembali. Suatu ketika kita bertemu lagi dengan kejadian tersebut, maka tentunya kita tidak akan berjalan kembali di atas lantai yang berair tadi. Karena kita tau akan jatuh kembali.
Manusia adalah makhluk yang berpikir, banyak ilmu pengetahuan yang mereka miliki akan tetapi terkadang mereka tidak menyadari sepenuhnya. Saat seseorang melakukan analisa dari fenomena yang menjurus pada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Di saat itulah dalam kajian ilmu logika disebut dengan generalisaasi.Itulah mengapa kita perlu mengkaji tentang generalisasi dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada mata kuliah logika.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah makna generalisasi itu ?
2.      Apakah prinsip Generalisasu itu?
3.      Apa saja syarat-syarat generalisasi?
4.      Sebutkan bentuk-benttuk generalisasi?
5.      Apa saja macam-macam generalisasu induktif ?
6.      Sebutkan tahapan pengujian generalisasi ?
7.      Pengertian Generalisasi Empirik dan generalisasi ilmiah


C.     Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengetahui serta memahami apa yang dimaksud dengan generalisasi, macam-macamnya, syarat-syarat generalisasi, mampu membedakan generalisasi yang salah, generalisasi empirik dan generalisasi dengan penjelasan serta tentang generalisasi ilmiah

                                                                                           


















BAB II
PEMBAHASAN
1.      Makna Generalisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, generalisasi yaitu perihal membentuk gagasan atau simpulan umum dari suatu kejadian, hal, dan sebagainya. Generalisasi secara umum adalah suatu proses penalaran yang menyimpulkan suatu konklusi yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proporsi empirik.
2.      Prinsip Generalisasi
“Apa yang beberapa kali terjadi dalam kondisi tertentu, dapat diharapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama akan terpenuhi”.
Dalam kehidupan sehari-hari misalnya saja ketika dua kali menjumpai buah jeruk yang berwarna kuning rasanya manis, maka ketika melihat jeruk ketiga memenuhi kondisi berwarna kuning, kita menyimpulkan bahwa dapat disimpulkan bahwa apel tersebut manis rasanya. Kesimpulan ini hanyalah bersifat harapan. Karena konklusi penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti, akan tetapi hanya berupa suatu probabilitas, suatu peluang benar.
Hasil penalaran generalisasi induktif itu  sendiri juga disebut generalisasi. Generalisasi daam hal ini berupa suatu proposisi universal, seperti : “Semua apel yang keras dan hijau, rasanya masam”.
3.      Syarat yang harus dipenuhi oleh generalisasi induktif
Generalisasi sesungguhnya harus memenuhi 3 syarat:
1.      Tidak boleh terikat dengan jumlah tertentu. Jika dinyatakan  : semua A adalah B, jadi, berapapun jumlah A proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subjek yang memenuhi kondisi A.
Contohnya: jika botol minuman dibakar, maka akan meleleh, jika sedotan dibakar, maka akan meleleh, dan jika ember di bakar. Jadi, benda yang terbuat dari plastik apabila dibakar akan meleleh.
2.      Tidak terbatas dalam ruang dan waktu, harus berlaku dimana saja dan kapan saja.
3.      Harus dapat dijadikan dasar pengandaian. Dasar pengandaian disini adalah yang disebut contrary to facts. Contoh :
Faktanya : k, y, dan z itu masing-masing bukan B. semua A adalah B. pengandaiannya : seandainya K, y, dan z itu masing-masing memenuhi kondisi A, maka pastilah k, y, dan z itu masing-masing : B
4.      Contoh Bentuk Generalisasi Induktif
Logika deduksi jika premis-premisnya benar maka konklusinya tentu benar.
Dalam logika induktif, tidak ada konklusi yang mempunyainilai kebenaran yang pasti, yang ada hanya konklusi dengan probabilitas rendah atau tinggi. Tinggi rendahnya suatu konklusi itu dipengaruhi oleh sejumlah yang disebut factor-faktor probabilitas.
Mari kita bandingkan bentuk-bentuk generalisasi induktif dibawah ini:
a.       Apel ini keras, hijau dan rasanya masam
Jadi semua apel yang keras dan hijau rasanya masam.
b.      Apel 1, keras, hijau, dan rasanya masam
Apel 2 keras, hijau, dan rasanya masam
Apel 3 keras, hijau, dan rasanya masam
Jadi, semua apel yang keras dan hijau rasanya masam
c.       Apel 1 keras, hijau, dan rasanya masam
Apel 2 s/d 15 juga keras, hijau, dan rasanya masam
Apel 3 keras, hijau, dan rasanya masam
Jadi, semua apel yang keras dan hijau rasanya masam.
d.      Apel 1keras, hijau, kecil, benjol, rasanya masam
Apel 2 keras, hijau, kecil, benjol, dan rasanya masam.
Apel 3 keras, hijau, kecil, benjol, dan rasanya masam.
Jadi, semua apel yang keras,dan hijau itu rasanya asam.
e.    Apel 1 keras, hijau, kecil, benjol rasanya masam.
Apel 2 keras, hijau, dari batu, baru saja dipetik, rasanya masam..
Apel 3 keras, hijau, besar, dari Magelang, sudah disimpan sebulan rasanya masam.
Jadi, semua apel keras dan hijau rasanya masam.
f.    Apel 1 keras, hijau, benjol, rasanya masam.
Apel 2 keras, hijau, besar, rasanya masam.
Apel 3 keras, hijau, kecil. Rasanya masam.
Jadi, semua apel yang keras dan hijau rasanya masam.
Jadi, semua apel  yang keras dan hijau rasanya masam.
Dari perbandingan-perbandingan konklusi induksi diatas, dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a)      “Makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, maka makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya”. Adanya kaidah seperti itu seperti itu dapat dijadikan dasar dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karena itu dalam melakukan suatu penelitian idealnya harus menggunakan sebanyak mungkin fakta sebagai dasar penalarannya agar diperoleh konklusi kebenaran yang lebih valid atau tingkat probabilitas konklusinya lebih tinggi. Suatu penelitian yang menggunakan metode penalaran yang dijadikan dasasr premis-premisnya sama besarnya dengan populasi subjek yang diteliti adalah merupakan metode sensus. Sedangkan suatu penelitian yang menggunakan penalaran yang premis-premisnya menunjuk kepada sebagian saja dari populasi yang bersangkutan maka penelitian ini disebut dengan metode penelitian metode sampling. Peluang kebenaran atau yang dianggap valid yaitu yang menggunakan metode sensus.
b)      “Makin besar jumlah faktor analogi di dalam prremis,maka makin rendah probabilitas konklusinya dan sebaliknya”. Adanya kaidah seperti itu dapat kita lihat jika kita membandingkan penalaran (b) dan (d) yang konklusinya juga sama. Jjika premis-premis dari kedua penalaran itu dibandingkan, maka diantara premis penalaran (b) ada faktor yang sama diantara apel 1, 2, dan 3 yaitu : keras, dan hijau. Pada penalaran (d) faktor persamaan itu ada empat keras, hijau, kecil, dan benjol. Faktor persamaan seperti disebut faktor analogi. Kalau probabilitasnya konklusi kedua penalaran itu dibandingkan, terbukti bahwa konklusi penalaran (d) mengatakan bahwa yang masam itu merupakan apel yang keras, hijau, kecil dan benjol, sedangkan apel yang besar, benjol dan besar tidak benjol tidak dijadikan sebagai objek penelitian. Dengan menarik konklusi yang sifatnya menggeneralisasikan secara keseluruhan, sedangkan objek penelitiannya hanya apel yang kecil dann benjol saja, berarti konklusi penalaran (d) lebih lemah atau lebih rendah probabilitasnya. Jadi jelas bahwa konklusi itu menunjuk kepada suatu populasi yang lebih besar daripada yang ditunjuk oleh premis-premisnya. Dengan adanya tambahan dua faktor analogi itu menjadikan probabilitasnya menjadi menurun.
c)      “Makin besar jumlah faktor disanaloginya di dalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya dan sebliknya. Kaidah itu dapat dilihat jika kita membandingkan penalaran (d) dan (f). Premis-premis penalaran (f) masing- masing mengandung sebuah faktor yang berbeda di antara premis yang satu dengan yang lain, yaitu benjol, besar dan kecil. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini disebut faktor disanalogi. Karena adanya faktor disanalogi ini, sehingga konklusi penalaran (f) lebih tinggi probabilitasnya daripada konklusi penalaran (d). Sebaliknya, konklusinya penalaran (e) lebih tinggi probabilitasnya daripada penalaran (f), karena jjumlah faktor disanaloginya lebih besar. Konklusi (d) belum tentu benar bilamana diterapkan bagi apel yang mempunyai sifat, keras, hijau, dan berasal dari Magelang serta sudah disimpan selama sebulan, sedangkan konklusi penalaran (e) akan tetap saja probabilitasnya. Meskipun konklusi penalaran (f) dapat diterapkan untuk semua apel keras, hijau, benjol, besar dan kecil, akan tetapi premis-premisnya tidak mengatakan bahwa apel itu dari Magelang dan sudah disimpan selama saatu bulan.
d)     “Semakin luas konklusinya maka akan semakin rendah probabilitasnya, dan sebaliknya”.
Kaidah seperti itu berlaku bagi sebuah generalisasi atau proporsi yang pada umumnya cangkupannya semakin luas dan semakin besar populasi yang ditunjukannya. Disamping itu, semakin sedikit faktor analogi yang terdapat dalam generalisasi atau proposisi pada umumnya maka semakin besar populasi yang ditunjuknya. Demikian juga semakin sedikit faktor analogi di dalam generalisasi atau prooposisi itu tidak sesuai lagi daripada yang disebut di dalam generalisasi atau proposisi itu.
5.      Macam-Macam Generalisasi
Dalam segi kuantitas sebagai penyimpulan generalisasi dibagi menjadi dua yaitu:
1.      Generalisasi Sempurna adalah generalisasi dimana eluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Misalnya jumlah hari tidak kurang dari 365 disetiap tahunnya. Dalam penyimpulan ini, keseluruhan fenomena yaitu jumlah hari pada setiap tahun kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan. Generalisasi macam ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diserang. Tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis.
2.      Generalisasi tidak sempurna yaitu generalisasi berdasarkan sebagai fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diselidiki. Misalnya setelah kita menyelidiki sebagian mahasiswa UIN Walisongo berasal dari lulusan MA , kemudian kita simpulkan bahwa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga adalah mahasiswa yang berasal dari lulusan MA, maka penyimpulan ini adalah generalisasi tidak sempurna. Generalisasi tidak sempurna tidak dapat menghasilkan kesimpulan hingga tingkat pasti, sebagaimana generalisasi sempurna. Akan tetapi, corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan lebih ekonomis dibandingkan dengan generalisasi sempurna. 
Generalisasi juga bisa dibedakan dari segi bentuknya ada 2, yaitu : 
1.      Loncatan Induktif Generalisasi yang bersifat loncatan induktif tetap bertolak dari beberapa fakta, namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada. Fakta-fakta tersebut atau proposisi yang digunakan itu kemudian dianggap sudah mewakili seluruh persoalan yang diajukan. Contoh : Bila ahli-ahli filologi Eropa, melakukan pengamatan terhadap bahasa-bahasa German, kemudian mereka menarik kesimpulan bahwa di dunia terdapat 3.000 bahasa. Maka ini telah melakukan suatu loncatan.
2.      Tanpa Loncatan Induktif Sebuah generalisasi, apabila fakta-fakta yang diberikan cukup banyak dan menyakinkan, sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali. Misalnya: Untuk menyelidiki bagaimana sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya, diperlukan ratusan fenomena untuk menyimpulkannya. 
Berdasarkan prinsip instansiasi penalarannya
1.      Generalisasi Universal .Kalau “Semua orang dapat mati” itu benar.Maka juga benar bahwa setiap orang dapat mati,ini suatu instansiasiunivrsal (IU).Setiap orang itu berarti orang yang manapun tanpa pandang bulu, asal orang’.Jadi setiap instansiasi dari suatu kuantifikasi univrsal itu benar.Maka dapat di simpulkan bahwa: Dari setiap proposisi singular secara shahih dapat disimpulkan kebenaran dari kuantifikasi universalnya, asal indiviidu yang dimaksud dalam proposisi singular itu individu yang dipilih tanpa pandang bulu.inilah yang disebut prinsip prinsip generalisasi universal(GU).Yang harus dimintakan perhatian adalah bahwa GU itu disimpulkan dari adanya IU seperti yang dijelaskan diatas.maka penggunanya dalam suatu pembuktian harus didahului dengan IU. 
2.      Generalisasi eksistensial adalah penalaran sederhana  yang berdasarkan kebenaran proposisi singular  secara sahid menympulkan kuantifikasi eksistensialnya.Sebuah kuantifikasi eksistensial misalnya “tidak semua pegawai itu jujur, adalah benar kalau setidak-tidaknya ada seorang egawai yang jujur. Maka dari proposisi singular ‘pegawai A itu jujur’, dapat disimpulkan bahwa tidak semua atau sebagian pegawai itu setidak tidaknya seorang pegawai itu jujur.
6.      Tahap Pengujian Generalisasi
1.      Pertama kita harus melihat, apakah sampel yang diperoleh sudah mewakili. Memang tidak ada ukuran yang pasti berapa jumlah fenomena individual yang diperlukan untuk dapat menghasilkan kesimpulan yang terpercaya. Untuk menentukan jenis darah seseorang cukup dengan satu tetes dari darah seseorang yang akan diuji. Sebaliknya untuk menetukan watak umum suku Batak tidak cukup jika hanya didasarkan pada beberapa orang saja melainkan harus melibatkan banyak pihak. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat digunakan semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan, meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomena individual akan menghasilkan dua kadar keterpecayaan.
2.      Apakah sampel yang digunakan cukup variasi untuk menentukan standar ekonomi di masyarakat harus diteliti dari berbagai jenis pekerjaan, berbagai kriteria pendidikan, berbagai kehidupan sosial. Semakin banyak variasi sampel, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan. 
3.      Apakah dalam generalisasi itu sudah diperhitungkan ada hal-hal yang sifatnya menyimpang atau tidak. Pengecualian  harus diperhitungkan juga, terutama jika pengecualian itu cukup besar jumlahnya. Dalam hal pengecualian  cukup besar tidak mungkin diadakan generalisasi. Bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati; kata-kata seperti semua, setiap, selalu, tidak pernah, selamanya, dan sebagainya harus dihindari. Pemakaian kata; hamper seluruhnya, sebagian besar, kebanyakan, harus didasarkan pertimbangan rasional yang cermat. Semakin cermat faktor-faktor pengecualian dipertimbangkan, semakin kuat kesimpulan yang dihasilkan.
4.      Apakah kesimpulan yang dirumuskan konsisten dengan fenomena individual. Kesimpulan yang dirumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena yang dikumpulkan, tidak boleh memberikan tafsiran yang menyimpang dari data yang ada. Misalnya penyelidikan faktor utama penyebab kemiskinan suatu bangsa. Apabila data setiap individu dari sampel yang diselidiki ditemukan faktor-faktor rendahnya pendidikan, kurangnya kesenjangan sosial, serta banyaknya pengangguran, lalu disimpulkan bahwa penyebab kemiskinan itu adalah rendahnya pendidikan dan kesenjangan sosial ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang dikumpulkan. Kesimpulan ini lemah karena meninggalkan satu faktor analogi yakni: banyaknya pengangguran. Kesimpulan akan lebih lemah lagi, bila hanya menyebut karena rendahnya pendidikan. Semakin banyaknya faktor analogi ditinggalkan semakin lemah kesimpulan yang dihasilkan. 
7.      Generalisasi Empirik dan Generalisasi Ilmiah
a.       Generalisasi Empirik
Generalisasi Empirik dan generalisasi dengan penjelasan Generalisasi empirik adalah generalisasi yang hanya menjelaskan fenomenanya saja, tanpa disertai penjelasan “mengapa”. Generalisasi semacam ini hanya menerima apa saja yang ada tanpa adanya suatu kajian tertentu. Sebagai contoh:Petani tahu tanah yang ditanami secara bergantian dengan jenis lain secara teratur akan menghasilkan panen yang lebih baik dibandingkan jika ditanami dengan tanaman yang selalu sejenis. Generalisasi penjelasan adalah generalisasi yang menjelaskan mengapa fenomena itu terjadi dan apa yang menyebabkannya dan didapatkan suatu kesimpulan yang dapat dipercaya. Sebagai contoh: Mengapa tanah yang ditanami secara bergantian dengan jenis lain secara teratur akan menghasilkan panen yang lebih baik dibandingkan jika ditanami dengan tanaman yang selalu sejenis, dikarenakan tanaman-tanaman tersebut akan meninggalkan bekas kesuburan tanaman itu sendiri juga karena tanah yang digunakan telah jadi tanah yang gembur sehingga membuat kesuburan pada tanah. Jadi semua hukum alam tidak beranjak dari generalisasi empirik kemudian setelah diketahui penyebabnya lahirlah generalisasi dengan penjelasan.
b.      Generalisasi Ilmiah
Generalisasi Ilmiah Generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasi biasa, baik dalam bentuk maupun permasalahannya, perbedaanya terletak pada metodenya, kualitas data serta ketepatan dalam perumusannya. Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena apa yang ditemui dalam observasi sebagai suatu yang benar, maka akan benar juga sesuatu yang tidak diobservasi pada masalah yang sejenis, atau apa yang terjadi pada suatu kesempatan akan terjadi pula pada kesempatam lain apabila kondisinya yang sama.
Tanda-tanda penting dalam generalisasi ilmiah yaitu:
1.      Datanya dikumpulkan dengan observasi yang cermat, oleh orang-orang yang ahli. Pencatatan kesimpulan dilakukan dengan tepat, menyeluruh dan teliti. 
2.      Adanya penggunaan instrument untuk mengukur serta mendapatkan ketepatan serta menghindari kekeliruan 
3.      Adanya pengujian, perbandingan serta klasifikasi fakta.
4.      Pernyataan generalisasi itu jelas, sederhana, dan dinyatakan dengan kata yang tepat. 
5.      Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang berfariasi misalnya seperti waktu, tempat, dan keadaan khusus lainnya. 
6.      Dipublikasikan untuk memungkinkan adanya pengujia kembali, kritik, da pengetesan atas generalisasi yang dibuat. 

                                                                               















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Generalisasi dalam logika merupakan proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Dalam segi kuantitas yang menjadi dasar penyimpulan, generalisasi ada dua yaitu generalisasi sempurna, dan generalisasi tidak sempurna. Generalisasi juga dapat dibedakan dari segi bentuknya yaitu, loncatan induktif dan tanpa loncatan induktif.
Untuk menguji generalisasi yang dihasilkan cukup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut :
a.      Sampel yang digunakan secara kuantitatif harus cukup mewakili. Semakin banyak jumlah fenomena yang digunakan semakin kuat kesiimpulan yang dihasilkan.
b.      Sempel yang digunakan harus bervariasi.
c.       Dalam generalisasi harus memperhitungkan hal-hal yyang menyimpang dengan fenomena umum atau tidak.
d.      Sesuatu yang dirumuskan harus konsisten denngan fenomena individual tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.
Generalisasi yang salah adalah ketika membuat generalisasi berdasarkan fenomena yang sangat sedikit sehingga tidak mencukupi syarat untuk dibuat generalisasi, atau bisa disebut juga generalisasi tergesa-gesa. Generalisasi yang tidak disertai ddengan penjelasan mengapa atau generalisasi berdasarkan fenomenanya semata—mata dissebut generalisasi empirik. Generalisasi ilmiah adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-prremis yang sama kondisinya, akan tetapi dari segi metode kualitas data dan ketepatan dalam perumusannya sangat tertata rapi dan terperinci demi menghasilkan kesimpulan yang tepat.


B.     Saran
Kami sadar bahwa manusia pada hakikatnya tidak dapat melakukan sesuatu pekerjaan dengan sempurna, sama halnya dengan makalah. Kami sangat berharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai acuan kami dalam mengerjakan tugas-tugas makalah selanjutnya.

           




Daftar Pustaka


PROF. DR. SUYAHMO, M. (2017). LOGIKA (2 ed.). BANTUL , YOGYAKARTA: MAGNUM PUSTAKA UTAMA.
Soekadijo, R. (1983). LOGIKA DASAR (pertama ed.). Jakarta: PT Gramedia , anggota IKAPI.
http: //ekpresibelajar.blogspot.com/2008/05/logika-dan-silogisme.html

Ditulis Oleh : Mr.Fm15 // Oktober 20, 2017
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.